Menurut
pakar perbandingan agama Zakir Naik, sekitar 80 persen apa yang disebutkan
dalam atau isi Al-Quran telah berhasil dibuktikans secara ilmiah. Seperti
penjelasan Al-Quran tentang proses pertumbuhan janin dalam Rahim wanita (Surat Al-Mu'minun ayat 14),
asal mula terjadinya alam semesta (Surat Al Anbiya ayat 30),
aliran sungai di dasar laut, bertemunya air di laut yang tidak menyatu (Surat Al-Furqan ayat 53 ), gunung yang bergerak atau berjalan
(Surat An-Naml Ayat 88), dan lain
sebagainya.
"Sekitar 80% isi Al-Quran telah terbukti
benar secara sains dan ilmiah, sisa 20% yang belum diketahui amanusia secara
pasti (ambigu) dikarenakan minimnya pengetahuan manusia tentang hal tersebut.
Namun dari 80% fakta tersebut, belum ada yang terbukti salah. Maka saya yakin
20% sisanya adalah benar," ujarnya.[1]
Artikel
ini membahas isi Al-Quran yang yang berhasil dibuktikan secara ilmiah kebenarannya
yaitu tentang rahasia puasa dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 184: “Dan berpuasa lebih baik jika kamu mengetahui.” Pada ayat tersebut disebutkan bahwa
“puasa itu memiliki kebaikan” dan yang menggelitik kebaikan itu mensyaratkan “jika kamu mengetahui”. Artinya, kebaikan
itu tidak otomatis dapat diketahui melainkan membutuhkan upaya atau usaha untuk
mencapai kepada pengetahuan tentang kebaikan puasa.
Adalah
seorang peneliti asal Jepang Jepang, Profesor Yoshinori Ohsumi, setalah
melakukan penelitian terhadap orang yang berpuasa berhasil membuktikan bahwa
puasa dapat membawa dampak baik bagi kesehatan. Peraih Nobel Kesehatan Tahun
2016 ini menemukan bahwa puasa berkaitan erat dengan autophagy.
Sebelum
Ohsumi menemukan manfaat puasa bagi kesehatan melalui autophagy, setidaknya sudah kerap dibahas berbagai manfaat puasa bagi kesehatan, antara lian yaitu meningkatkan kesehatan kardiovaskular, menurunkan tekanan darah, menurunkan
gula darah, membantu membuang lemak, meningkatkan kesehatan jantung, bikin awet
muda dan memperpanjang umur.
Selain itu, dapat nengurangi peradangan, meningkatkan
regenerasi sel, melindungi otak, mengurangi produksi protein berbahaya, mendorong
respons stres yang sehat, membantu pemulihan cedera, menyehatkan kulit, meningkatkan
fungsi organ tubuh, dan meningkatkan fungsi organ reproduksi.[2]
Apakah autophagy itu? Dalam literatur
disebutkan bahwa autophagy merupakan istilah Yunani yang berarti
'memakan diri sendiri' yaitu suatu kemampuan sel dalam tubuh untuk memakan atau
menghancurkan komponen tertentu di dalam sel itu sendiri.[3]
Melalui
penelitiannya, Ohsumi membuktikan bahwa autophagy memegang peran besar dalam
tubuh. Mekanisme autophagy ini berperan besar terutama dalam mengontrol
fungsi-fungsi fisiologis penting di mana komponen sel perlu didegradasi dan
didaur ulang.
Melalui mekanisme autophagy, sel dapat
dapat mengisolasi bagian dari sel yang rusak, mati, tidak bisa diperbaiki,
terserang penyakit maupun terinfeksi. Setelah mengisolasi bagian yang
bermasalah, sel kemudian menghancurkan bagian tersebut menjadi sesuatu yang
tidak membahayakan dan melakukan daur ulang untuk menghasilkan energi dalam sel.
Dari mekanisme ini,
komponen-komponen sel yang rusak akan dibangun dan diperbaharui kembali. Pada
kasus sel yang terkena infeksi, autophagy
juga dapat mengeliminasi bakteri atau virus penginfeksi. Tak hanya itu, autophagy juga
berkontribusi dalam perkembangan embrio hingga pencegahan dampak negatif dari
proses penuaan.
Dari temuan ini
diketahui bahwa mekanisme autophagy
tak hanya berdampak baik pada kondisi sel yang bersangkutan saja. Mekanisme autophagy juga
terbukti berperan menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Karena autophagy berkaitan
dengan kondisi kesehatan seseorang, gangguan dalam proses autophagy juga dapat
menyebabkan masalah kesehatan. Beberapa masalah kesehatan yang berkaitan dengan
terganggunya proses autophagy
ialah diabetes tipe 2, kelainan saraf, kanker dan berbagai penyakit yang
berkaitan dengan usia. Subhanallah!
Dalam level puasa sebagaimana yang disebutkan oleh
Imam Ghazali dalam Ihyaa Ulumuddin atapun
Al-Khabawi dalam Duratun Nashihiin, autophagy ini sejatinya masih berada dalam level
pertama dari puasa. Menurut Imam
Ghazali, puasa itu memiliki tiga tingkatan, yaitu puasa umum, puasa khusus dan
puasa sangat khusus.
Puasa umum adalah menahan perut dan
kemaluan dari memenuhi keinginan syahwat. Puasa khusus adalah menahan pendengaran,
penglihatan, lidah, tangan, kaki dan organ tubuh lainnya dari perbuatan dosa.
Tidak akan sempurna puasa khusus itu melainkan dengan melaksanakan lima
perkara.
Pertama, memejamkan mata
dari segala sesuatu yang dilarang oleh syariah.
Kedua, menjaga lisan dari memperguncingkan
orang lain (ghibah), dusta, adu domba dan sumpah palsu.
Ketiga, Menahan telinga
dari mendengarkan sesuatu yang dibenci.
Keempat, menahan semua
anggota badan dari sesuatu yang dibenci, menahan perut dari makanan yang diragukan
kehalalannya (syubhat) pada waktu berbuka.
Kelima, hendaknya (orang
yang berpuasa) tidak memperbanyak makan ketika berbuka sehingga perutnya penuh
dengan makanan, meski makanan yang dimakan itu berupa makanan yang halal.
Adapun puasa sangat khusus yaitu
puasanya hati dari keinginan yang rendah, puasanya pikiran dari memikirkan duniawi
dan segala sesuatu selain Allah secara keseluruhan. Apabila orang yang berpuasa sangat khusus ini
memikirkansesuatu selain Allah, maka batallah puasanya. Puasa seperti ini
adalah mengikuti puasanya para Nabi dan para Shiddiqiin. Hakikatnya kedudukan
puasa seperti ini adalah menghadap kepada Allah secara keseluruhan dan
berpaling kepada selain-Nya
Berdasarkan ketiga level puasa
tersebut, mekanisme autophagy ini terjadi
pada level pertama puasa atau puasa umum. Pada level puasa umum ini menahan perut dan
kemaluan dari memenuhi keinginan syahwat. Itu berarti, pada puasa umum saja,
kebaikan puasa berupa autophagy akan dapat
dinikmati oleh orang yang menjalankan puasa.
Lalu bagaimana dengan orang yang menjalankan puasa
pada level kedua (khusus) dan ketiga (sangat khusus). Inilah yang perlu dikaji
secara ilmiah bukan lagi dari kajian medis semata, bisa sosiologis dan
antropologis. Andakah yang tertarik untuk menelitinya?
Oleh
Mokh. Syaiful Bakhri (Guru Sosiologi SMAN 1 Gondangwetan)